MAKALAH
KETERAMPILAN MENGARANG
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan syukur atas kehadirat ALLAH swt
yang telah memberikan hikma, ilmu daya fikir sehingga dengan petunjukNya
penulis mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Keterampialan Mengarang. Yang
penulis beri judul makalah ini “MENGARANG SEBAGAI PEKERJAAN EDITOR”
Dalam makalah ini dapat menambahkan wawasan kita dan
pengetahuan bahwa mengarang juga termasuk salah satu pekerjaan editor. Salah
satunya adalah dengan penulisan makalah ini. Maka penulis menghimbaw agar kita
dapat membuat sebuah karangan yang bermutu dan dapat di terbitkan pada
tabloit-tabloit, koran, majalah.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari
bahwa dalam tugas makalah ini terdapat kekurangan baik penulisan ataupun tata
bahasanya. Namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungking sesuai
dengan kemampuan yang penulis miliki untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran ataupun masukan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pada pembaca sekalian dan penulis
mohon maaf dalam penulisan makalah ini.
Padang Panjang, 28 Juni 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. 1
DAFTAR ISI .............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang .................................................................................. 3
1.2.Tujuan Masalah ............................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Penyuntingan........................................................................... 4
2.2. Pengertian Penyunting.......................................................................... 5
2.3. Fungsi Penyuntingan............................................................................ 5
2.4. Tugas Dan Jabatan Penyuntingan Naskah............................................ 6
2.5. Syarat Untuk Menjadi Penyuntingan Naskah...................................... 7
2.6. Memahami Kode Etik Penyuntingan Nasakah.....................................
10
2.7. Uraian Perjaan Dalam Penyuntingan
Naskah....................................... 11
2.8. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Proses
Penyuntingan........... 12
2.9. Tips Bagi Penyuntingan Naskah..........................................................
14
BAB IV. PENUTUP
4.1. Kesimpulan Dan Saran ...................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Editor atau penyunting adalah orang yang
melakukan pengeditan atau penyuntingan naskah. Tugas penyunting adalah
mengelola bahasa sebuah naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan
berpegang pada kaidah bahasa hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu
menjadi lebih tertib secara tata bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting
berurusan dengan bahasa, dan bahasa di sini diperlakukan sebagai sarana belaka
bagi penulis guna menyampaikan ide atau perasaannya.
Fungsi
seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan tata kalimat, tapi
juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis sampai ke pembaca secara
utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar, dalam arti bersesuaian dengan fakta.
B. Tujuan Masalah
Tujuan ini ditujukan pada mahasiswa
yaitunya agar mahasiswa memahami pekerjaan dari
seorang editor atau penyunting. Dan dapat menjadikan sebagai patokan
untuk menjadi seorang editor yang mengelolah bahasa sebuah naskah di dalam
perbaikan yang berpegang pada kaidah bahas hingga sampai ditangan pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Penyuntingan
Penyuntingan
telah ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia sejak 1890 (dikerjakan oleh
orang non pribumi, yaitu oleh orang Belanda dan Tionghoa). Pendidikan
Editing/penyuntingan di Indonesia, setingkat D3 baru dimulai tahun 80 an yaitu,
program studi editing D3 di Universitas Pajajaran, Bandung dan Program Studi
penerbitan D3 di Politeknik Negeri Jakarta, dimulai tahun 1990 awal
berdirinya Poltek jurusan ini (dahulu bernama Politeknik Universitas
Indonesia).
Dengan
demikian, editor-editor yang sampai saat ini menggeluti dunia penerbitan buku
nasional, mungkin berbekal pengalaman dan autodidak, karena memang belum
memasyarakatnya pendidikan tinggi editing (terutama sampai jenjang S1, S2,
bahkan S3). Bekerja menjadi Editor, mungkin tidak dicita-citakan atau direncanakan
sebelumnya, selain itu profesi editor juga belum mendapatkan perhatian dari
pihak penerbit buku.
Menyunting/mengedit
jamaknya dihubungkan dengan kegiatan mempersiapkan sebuah naskah, baik berupa
tulisan pendek ataupun calon buku, dari segi bahasa. Tugas penyunting adalah
mengelola bahasa sebuah naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan
berpegang pada kaidah bahasa hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu
menjadi lebih tertib secara tata bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting berurusan
dengan bahasa, dan bahasa di sini diperlakukan sebagai sarana belaka bagi
penulis guna menyampaikan ide atau perasaannya.
Fungsi
seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan tata kalimat, tapi
juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis sampai ke pembaca secara
utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar, dalam arti bersesuaian dengan fakta.
2. Pengertian Editor/Penyunting
Kata editing
dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari
bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing
dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang
audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah
tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film
ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan
unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain
itu, dalam kegiatan editing seorang
editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan
gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah
merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil
oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977).
Ada istilah
lain yang sering muncul dalam dunia penerbitan seperti penyunting bahasa,
penyunting naskah, editor bahasa, editor penyelia dan editor buku. Istilah
penyunting bahasa biasanya dipadankan dengan editor penyelia, sedangkan
penyunting buku dipadankan dengan editor buku. Sedangkan istilah penyunting
penyelia berarti orang (pemimpin) yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan
(KBBI, 2001). Contoh: Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988).
3.
Fungsi penyunting
Fungsi penyunting
hanya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak
dan mengawasi pengolahan pelaksanaan
segi tehnis sampai naskah tadi terbit.
Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas
masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan.
Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan
yang diterbitkan.
kalimat yang
kasar dan kalimat yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari dan
mana kata yang sebaiknya dipakai; harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu
digunakan atau dihin
4.
Tugas dan
jabatan penyunting naskah/editor
a)
Chief Editor
adalah kedudukan, tugas (jabatan
tertinggi, tugasnya mengelola bidang editoral. Ia memberi tugas, mengorganisasi
memberi keputusan dalam editorial.
b) Managing Editor
adalah pembantu chief editor
yang tugasnya mengatur pelaksanaan teknis kegiatan editorial. Setiap editor
yang tugas teknisnya berbedabeda, dalam bidang editorial, dikoordinasi oleh
Managing Editoria; agar dapat bersinergi positif.
c) Senior Editor
adalah pembantu chief editor
yang tugasnya melakukan Substantive Editing (editing substansi) dan
merencanakan semua pekerjaan editorial, mulai perencanaan dan perolehan naskah
(naskah dam penulisnya,, negosiasi dengan penulis atau pialang naskah, dam
pemerriksaan berkas naskah/kelengkapan naskah). Tugas/jabatan ini biasa disebut
pula sebagai Acquisition Editor, yaitu editor yang memberi keputusan
layak/tidak banyaknya naskah untuk diterbitkan.
d) Copy Editor
adalah editor yang melakukan
tugas teknis berupa perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang
berlaku. Pekerjaan editing (memeriksa dan memperbaiki naskah ini), meliputi
kesalahan penulisan (data/fakta), kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca,
penawaran, dsb), dan konsistensi dalam penulisan. Ia harus dapat mewakili
kepentingan penulis, penerbit, dan pembaca. Karya penulis menjadi maksimal,
pembaca puas, dan penerbit sukses usahanya.
e) Right Editor
adalah editor yang melakukan
tugas (urusan) tantang hak cipta dan penerbitan dengan pihak terkait.
f) Picture Editor
adalah editor yang melakukan
tugas (urusan) tentang visual frafik, misalnya ilustrasi (lukisan, foto, table,
diagram, dsb, meliputi bentuk, ukuran, dan warnanya), desain, seting, dan tata
letak halaman sehingga hasil (terbitan) produksi cetak berkualitas baik.
5.
Syarat untuk menjadi Penyunting Naskah
a)
Menguasai
Ejaan
Seseorang yang ingin menjadi penyunting naskah
pada satu penerbitan, harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku
saat ini. Dia harus paham benar penggunaan huruf kecil dan huruf kapital,
pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain)
b)
Menguasai Tata Bahasa
Seperti halnya ejaan, seorang
penyunting naskah pun dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dalam arti
luas. Bukan berarti dia perlu menghafal semua arti kata yang terdapat dalam
kamus, misalnya. Akan tetapi, seorang penyunting naskah harus tahu mana kalimat
yang baik dan benar, dan mana kalimat yang salah dan tidak benar.
Seorang
penyunting naskah harus mengerti susunan kalimat bahasa Indonesia yang baik,
kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata yang pas,
dan sebagainya.
c) Bersahabat dengan Kamus
Seorang penyunting naskah atau ahli bahasa sekalipun, tidak mungkin
menguasai semua kata yang ada dalam satu bahasa tertentu. Belum lagi kalau kita
berbicara mengenai bahasa asing. Oleh karena itu, seorang penyunting naskah
perlu akrab dengan kamus. Entah itu kamus satu bahasa maupun kamus dua bahasa.
Dalam hal ini, tentu termasuk pula kamus istilah, leksikon, dan ensiklopedia.
d) Memiliki Kepekaan Bahasa
Karena selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus, seorang
penyunting naskah pun dituntut untuk memiliki kepekaan bahasa. Dia harus tahu
mana dari.
e) Memiliki Pengetahuan Luas
Seorang penyunting naskah dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas.
Artinya, dia harus banyak membaca buku, membaca majalah dan koran, dan menyerap
informasi melalui media audio-visual. Dengan demikian, si penyunting naskah
tidak ketinggalan informasi.
f) Memiliki Ketelitian dan Kesabaran
Seorang penyunting naskah dituntut pula untuk bekerja dengan teliti dan
sabar. Meskipun sudah capek bekerja, seorang penyunting naskah dituntut untuk
tetap teliti dan sabar dalam menyunting naskah. Kalau tidak, penyunting naskah
bisa terjebak pada hal-hal yang merugikan penerbit di kemudian hari. Misalnya,
karena ada kalimat yang lolos dan lupa disunting.
Jadi, meskipun mengantuk, seorang penyunting naskah harus tetap teliti
menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang digunakan
penulis naskah. Dia harus memeriksa apakah kalimat, kata, dan istilah itu layak
cetak atau tidak, berbau SARA atau tidak, berbau pornografi atau tidak, dan
sebagainya.
Seorang penyunting naskah harus sabar menghadapi setiap naskah. Kalau
tidak, orang itu tidak cocok menjadi penyunting naskah. Mengapa? Karena seorang
penyunting naskah harus bolak-balik memeriksa naskah. Malahan, sesudah menjadi
"proof" (cetakan percobaan) pun, seorang penyunting naskah masih
berurusan dengan kalimat-kalimat dan kata-kata. Penyunting naskah baru bisa
lepas dari kalimat-kalimat dan kata-kata kalau "proof" itu sudah
"fiat cetak" (disetujui untuk dicetak).
g) Memiliki Kepekaan terhadap SARA dan Pornografi
Seorang penyunting naskah tentu harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat
yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti dengan kata lain.
Dalam hal ini, seorang penyunting naskah harus peka terhadap hal-hal yang
berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Kalau tidak peka, penerbit
bisa rugi di kemudian hari. Karena buku yang diterbitkan bisa dilarang beredar
oleh pihak yang berwenang, atau penerbitnya dituntut oleh pihak tertentu ke
pengadilan.
Di samping itu, seorang penyunting naskah pun harus peka terhadap hal-hal
yang berbau pornografi. Dalam hal ini, seorang penyunting naskah harus
mempertimbangkan apakah kalimat tertentu layak cetak atau tidak, dan apakah
gambar/ilustrasi tertentu layak siar atau tidak. Seperti halnya persoalan SARA,
hal-hal yang berbau pornografi pun dapat mengakibatkan sebuah buku dilarang
beredar. Jika ini terjadi, tentu penerbit akan mengalami kerugian. Kejaksaan
Agung RI memunyai kriteria buku yang dilarang beredar di Indonesia dari dulu
hingga sekarang.
h) Memiliki Keluwesan
Seorang penyunting naskah haruslah dapat bersikap dan berlaku luwes
(supel). Hal ini penting karena seorang penyunting naskah sering berhubungan
dengan orang lain. Minimal, seorang penyunting naskah berhubungan dengan
penulis/pengarang naskah. Dalam berhubungan dengan pihak luar, seorang
penyunting naskah bertindak sebagai duta atau wakil penerbit. Oleh karena itu,
penyunting naskah harus menjaga citra dan nama baik penerbit.
Dalam berhubungan dengan penulis naskah, penyunting naskah tentu harus
bersedia mendengarkan berbagai pertanyaan, saran, dan keluhan. Dalam hal ini,
sebaiknya penyunting naskah tidak menggurui. Apalagi kalau penulisnya seorang
pakar atau berkedudukan tinggi. Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah
cocok menjadi penyunting naskah.
i) Memiliki Kemampuan Menulis
Seorang penyunting naskah juga perlu memiliki kemampuan menulis, minimal
mampu menyusun tulisan yang elementer. Mengapa? Karena dalam pekerjaannya
sehari-hari, seorang penyunting naskah pada suatu saat harus menulis
surat/surel kepada penulis atau calon penulis naskah, menulis ringkasan isi
buku (sinopsis), atau menulis biografi singkat (biodata) penulis.
j) Menguasai Bidang Tertentu
Seorang penyunting naskah harus dapat menguasai salah satu bidang keilmuan
tertentu. Misalnya, ilmu bahasa, ilmu sastra, biologi, matematika, geologi, jurnalistik,
ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan pertanian. Hal ini tentu akan
membantu penyunting naskah dalam tugasnya sehari-hari.
k) Menguasai Bahasa Asing
Seorang penyunting naskah pun perlu menguasai bahasa asing yang paling
banyak digunakan di dunia internasional, yakni bahasa Inggris. Karena dalam
menyunting naskah, seorang penyunting naskah akan berhadapan dengan
istilah-istilah bahasa Inggris atau istilah-istilah yang berasal dari bahasa
Inggris. Di samping itu, perlu pula diketahui bahwa buku terjemahan yang paling
banyak diterjemahkan di Indonesia adalah buku-buku yang berasal dari bahasa
Inggris.
Jika tidak dapat menguasai bahasa Inggris secara aktif, minimal penyunting
naskah menguasainya secara pasif. Artinya, penyunting naskah dapat memahami dan
membaca teks bahasa Inggris. Akan lebih baik lagi jika penyunting naskah bukan
hanya menguasai bahasa Inggris, melainkan juga menguasai salah satu bahasa atau
beberapa bahasa asing lain. Misalnya, bahasa Latin, bahasa Belanda, bahasa
Jerman, bahasa Perancis, bahasa Arab, dan bahasa Jepang.
6.
Memahami Kode Etik Penyuntingan Naskah
Ø
Penyunting naskah wajib mencari informasi
mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah. Ada tiga cara yang bisa
ditempuh dalam mencari informasi mengenai penulis. Pertama, menghubungi penulis
secara langsung: melalui temu muka, melalui telepon, atau melalui surat. Kedua,
melalui editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis
itu. Ketiga, melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu.
Dengan demikian, sedikit-banyak penyunting naskah memperoleh kesan/gambaran
tertentu mengenai penulis, khususnya mengenai temperamennya (wataknya).
Ø
Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
penyiunting naskah membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. Penulis adalah penulis dan penyunting adalah penyunting.
penyiunting naskah membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. Penulis adalah penulis dan penyunting adalah penyunting.
Ø Penyunting
naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
Yang perlu ditonjolkan dalam naskah adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun penyunting boleh menguhah naskah di sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya penulis.
Yang perlu ditonjolkan dalam naskah adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun penyunting boleh menguhah naskah di sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya penulis.
Ø Penyunting
naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang
disuntingnya. Sebelum
sebuah naskah terbit, informasi yang terdapat dalam naskah sifatnya rahasia.
Yang tahu informasi itu hanya penulis dan penerbit/penyunting. Oleh karena itu,
penyunting tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa
mengetahuinya dan kemudian (misalnya) menerbitkan buku dengan tema yang sama
terlebih dahulu. Dalam dunia penerhitan, hal semacam ini dianggap tidak etis.
Ø Penyunting
naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diuhahnya dalam naskah. Penyunting naskah tidak boleh merasa
“sok tahu”—apa pun alasannya—karena hal ini akan merugikan penerbit. Jika
penyunting bersikap sok tahu, ada kemungkinan penulis menarik kembali
naskahnya. Atau boleh jadi, penulis tidak mau lagi menawarkan/menyerahkan
naskah ke penerbit bersangkutan. Ini tentu akan merugikan penerbit. Lebih lebih
jika penulis itu termasuk penulis buku yang laris.
Ø
Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan
naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Dalam tugasnya sehari-hari, ada
kemungkinan penyunting naskah menyimpan sejumlah naskah sekaligus (di atas
meja, dalam laci, atau dalam lemari). Akibatnya, boleh jadi naskah tertentu
tercecer atau bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, bisa saja penulis mengajukan
penyunting/penerbit ke pengadilan. ini tentu akan merugikan
penyunting/penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga baik-baik naskah
yang masih berada dalam tanggung jawabnya
7.
Uraian
pekerjaan dalam penyuntingan naskah
a. Keterbacaan (Readibility),
bahwa naskah itu, pada akhirnya harus dapat dibaca oleh pembaca yang dituju,
(sasaran pembacanya ). Selain hal itu kejelasan (legibility), bahwa naskah itu
jelas bias difahami pembacanya, tidak membingungkan bahkan dapat menimbulkan
penafsiran yang salah.
b. Konsitensi (Consistency),
bahwa naskah itu dalam penulisannya harus taat asas/ konsisten (dalam ejaan
penulisan, penawaran/pembabakan, dsb).
c. Kebahasan/Tatabahasa (Structure)
bahwa naskah itu tata bahasanya enak, benar dan sesuai jenis bacaannya. Masalah
bahasa ini menjadi sangat penting, karena tidak semua buku memiliki kebahsaan
yang selalu sama . Buku anak, buku remaja, buku orang dewasa, dan buku orang
tua terlihat perbedaan yang jelas dalam kebahasaannya. Apalagi dikaitkan pada
jenis buku yang diterbitkannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang
diterbitkan: buku Ilmu Pengetahuan, bukan komik, buku sastra, dan lainnya akan
dapat kita lihat perbedaannya karena kelaziman dalam kebahasaannya.
d. Gaya bahasa (House Style)
bahwa naskah itu dalam penulisannya/penyajiannya, memiliki gaya yang disebut
gaya bahasa/gaya penulisan. Setiap gaya ini tidak dapat dihilangkanatau tidak
boleh dijadikan satu jenis gaya saja, karena identitas/cirri lkarya tulis
seorang penulis akan hilang.
e. Ketelitian data/fakta (Accuracy),
bahwa naskah itu memuat data/fakta yang tepat dan bias dipertanggung jawabkan
ketepatannya, sehingga tidak membuat pembaca melakukan kesalahan akibat membaca
naskah tersebut.
f.
Legilitas (Legality),
dan kesopanan bahwa naskah itu memiliki keabsahan untuk diterbitkan, karena
tidak ada pihak lain yang menuntut kepemilikan atas naskah tersebut. Selain itu
kesopanan, karena naskah akan mengganggu keterkaitan masyarakat dan melanggar
peraturan atau warna yang ada, bila tidak dijaga kesopanannya.
g. Kelengkapan naskah (untuk diproduksi)
bagian-bagian naskah haruslah lengkap detailnya (Production details), karena
aturan naskah akan terputus, bila tidak diperbaiki /diperiksa lebih dahulu
pembaca yang memerlukan kelengkapan data/ fakta, bahkan mengganggu pemahaman.
Selain itu bagian-bagian penting dari buku secara fisikal (hasil produksi)telah
lengkap penaskahannya.
8. hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
proses penyuntingan
- Halaman Judul, yaitu halaman yang isinya sama/hampir sama dengan halaman sampul depan buku.
- Halaman Judul Prancis, yaitu halaman paling muka, yang isinya sama percis dengan judul buku pada halaman sampul depan buku itu.
- Halaman Utama; yaitu halama sampul depan, yang isinya judul buku, nama penulis, identitas penerbit, dll.
- Halama Hak Cipta (Copyright); yaitu halaman yang memuat Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-Undag No.19 Tahun Tentang Hak Cipta.
a.
Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 si
pidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 bulan dan atau
denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
b.
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta atau terkait sebagau dimaksud pada Ayat 1 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah).
- Halaman persembahan atau dedikasi yang isnya tentang ucapan terima kasih penulis kepada orang-orang yang dituju.
- Daftar isi; yaitu sebuah daftar isi buku itu, yag memuat seluruh isi buku itu, masing-masing ditunjukkan pada halamanya. Gaya penyajian daftar isi ada beberapa kreasi tergantung kreativitas desainer.
- Daftar tabel yaitu untuk menjelaskan semua tabel yang ada dalam buku itu.
- Daftar Singkatan; yaitu untuk menjelaskan semua singkatan yang ada dalam buku itu, agar pembaca dapat memahami dengan baik.
- Daftar Lambang kalau ada; yaitu untuk menjelaskan menurut fungsinya.
- Daftar Ilustrasi/Gambar; yaitu untuk menjelaskan ilustrasi/gambar itu kepada pembaca agar mudah dalam mendapatkannya untuk memahaminya.
- Prakata; yaitu keterangan (uraian dsb) yang ditulis oleh penulis atau pengarang sebagai pengantar suatu karya tulis (buku, laporan, penelitian, dsb); mukadimah.
- Kata Pengantar; yaitu sebaiknya dapat memberikan sebuah ide kepada pembaca tujuan membaca itu.
- Kata Pendahuluan; yaitu keterangan (uraian dsb) sebagai pengantar suatu karya tulis yang tertera di bagian depan suatu karangan (buku dsb, umumy aditulis oleh pengarang); prakata
- Bab-bab; yaitu sejumlah pokok bahasa dalam sebuah buku sebagai inti bahasan buku itu.
- Daftar Kata Asing; untuk memudahkan pembaca dalam pemahaman buku itu.
- Daftar Istilah; yaitu guna memudahkan pembaca dalam memahami buku itu.
- Daftar Pustaka (bibliografi) daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit, dsb yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku, dan disusun menurut abjad.
- Lampiran; yaitu sesuatu yang dilampirkan; tambahan ada surat (lamaran, keputusan, dsb).
- Indeks; yaitu daftar kata atau istilah penting yang terdapat di buku cetakan (biasanya pada bagian akhir buku) tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan.
- Biografi; yaitu riwayat hidup (seseorag) yang ditulis oleh orang lain.
9. Tips
Bagi Penyunting Naskah
- Jangan menempatkan diri pada posisi penulis naskah. Jangan memberi kesan angkuh pada penulis naskah.
- Ketahuilah macam dan kategori penulis naskah sehingga kita bisa menyesuaikan penyuntingan naskah dengan penulisnya.
- Berkonsultasilah dulu dengan penulis naskah sebelum mulai mengubah naskah.
Pahamilah
ciri ragam naskah yang bersangkutan.
- Kuasailah ejaan dan tatabahasa Indonesia.
- Ikutilah perkembangan bahasa dan istilah yang digunakan dalam masyarakat dan dalam dunia ilmu.
- Kuasailah keterampilan menulis dan keterampilan menyusun indeks.
- Setelah buku yang disunting terbit, segeralah membaca dan memeriksanya kembali untuk mencari kesalahan, baik fatal maupun tidak batal.
- Saat menyunting naskah yang berbau SARA dan pornografi, pahamilah larangan-larangan mengenai kedua hal tersebut yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI dan undang-undang.
- Kuasailah setidaknya satu bahasa asing, minimal secara pasif
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas
masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan.
Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan
yang diterbitkan.
Seorang penyunting harus menguasai
Ejaan, menguasai Tata Bahasa, bersahabat dengan Kamus, memiliki Kepekaan Bahasa, memiliki Pengetahuan Luas, memiliki Ketelitian dan Kesabaran, memiliki Kepekaan terhadap Saran
dan Pornografi, memiliki
Keluwesan, memiliki Kemampuan
Menulis, menguasai Bidang
Tertentu Menguasai bahasa asing.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa, Mien: PEGANGAN GAYA, PENULISAN,
PENYUNTINGAN DAN PENERBITAN KARYA ILMIAH-INDONESIA, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,
2005.
Eneste, Panusuk: Buku Pintar Penyuntingan NASKAH
Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005.
Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2001.
Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily),
2000.
Internet via
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar