Senin, 29 April 2013

Mengarang



MAKALAH
KETERAMPILAN MENGARANG

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur atas kehadirat ALLAH swt yang telah memberikan hikma, ilmu daya fikir sehingga dengan petunjukNya penulis mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Keterampialan Mengarang. Yang penulis beri judul makalah ini “MENGARANG SEBAGAI PEKERJAAN EDITOR”
Dalam makalah ini dapat menambahkan wawasan kita dan pengetahuan bahwa mengarang juga termasuk salah satu pekerjaan editor. Salah satunya adalah dengan penulisan makalah ini. Maka penulis menghimbaw agar kita dapat membuat sebuah karangan yang bermutu dan dapat di terbitkan pada tabloit-tabloit, koran, majalah.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam tugas makalah ini terdapat kekurangan baik penulisan ataupun tata bahasanya. Namun demikian penulis telah berusaha semaksimal mungking sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran ataupun masukan. Semoga makalah  ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pada pembaca sekalian dan penulis mohon maaf dalam penulisan makalah ini.

Padang Panjang, 28 Juni 2012


                                                                     
                                                             Penulis





DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR .................................................................................  1

DAFTAR ISI  ..............................................................................................  2

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang .................................................................................. 3
        1.2.Tujuan Masalah ...............................................................................  3
BAB II. PEMBAHASAN
   2.1. Sejarah Penyuntingan........................................................................... 4
   2.2. Pengertian Penyunting.......................................................................... 5
   2.3. Fungsi Penyuntingan............................................................................ 5
   2.4. Tugas Dan Jabatan Penyuntingan Naskah............................................ 6
   2.5. Syarat Untuk Menjadi Penyuntingan Naskah...................................... 7
   2.6. Memahami Kode Etik Penyuntingan Nasakah..................................... 10
   2.7. Uraian Perjaan Dalam Penyuntingan Naskah....................................... 11
   2.8. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Proses Penyuntingan........... 12
   2.9. Tips Bagi Penyuntingan Naskah.......................................................... 14
 
BAB IV. PENUTUP
   4.1. Kesimpulan Dan Saran ...................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Editor atau penyunting adalah orang yang melakukan pengeditan atau penyuntingan naskah. Tugas penyunting adalah mengelola bahasa sebuah naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan berpegang pada kaidah bahasa hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu menjadi lebih tertib secara tata bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting berurusan dengan bahasa, dan bahasa di sini diperlakukan sebagai sarana belaka bagi penulis guna menyampaikan ide atau perasaannya.
Fungsi seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan tata kalimat, tapi juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis sampai ke pembaca secara utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar, dalam arti bersesuaian dengan fakta.
B.  Tujuan Masalah
Tujuan ini ditujukan pada mahasiswa yaitunya agar mahasiswa memahami pekerjaan dari  seorang editor atau penyunting. Dan dapat menjadikan sebagai patokan untuk menjadi seorang editor yang mengelolah bahasa sebuah naskah di dalam perbaikan yang berpegang pada kaidah bahas hingga sampai ditangan pembaca.
                                                                                                        




BAB II
PEMBAHASAN
1.    Sejarah Penyuntingan
Penyuntingan telah ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia sejak 1890 (dikerjakan oleh orang non pribumi, yaitu oleh orang Belanda dan Tionghoa). Pendidikan Editing/penyuntingan di Indonesia, setingkat D3 baru dimulai tahun 80 an yaitu, program studi editing D3 di Universitas Pajajaran, Bandung dan Program Studi penerbitan D3 di Politeknik Negeri Jakarta,  dimulai tahun 1990 awal berdirinya Poltek jurusan ini (dahulu bernama Politeknik Universitas Indonesia).
Dengan demikian, editor-editor yang sampai saat ini menggeluti dunia penerbitan buku nasional, mungkin berbekal pengalaman dan autodidak, karena memang belum memasyarakatnya pendidikan tinggi editing (terutama sampai jenjang S1, S2, bahkan S3). Bekerja menjadi Editor, mungkin tidak dicita-citakan atau direncanakan sebelumnya, selain itu profesi editor juga belum mendapatkan perhatian dari pihak penerbit buku.
Menyunting/mengedit jamaknya dihubungkan dengan kegiatan mempersiapkan sebuah naskah, baik berupa tulisan pendek ataupun calon buku, dari segi bahasa. Tugas penyunting adalah mengelola bahasa sebuah naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan berpegang pada kaidah bahasa hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu menjadi lebih tertib secara tata bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting berurusan dengan bahasa, dan bahasa di sini diperlakukan sebagai sarana belaka bagi penulis guna menyampaikan ide atau perasaannya.
Fungsi seorang penyunting tidak berhenti pada perbaikan ejaan dan tata kalimat, tapi juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis sampai ke pembaca secara utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar, dalam arti bersesuaian dengan fakta.


2.    Pengertian Editor/Penyunting
Kata editing dalam bahasa Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang) potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi, 1977).
Ada istilah lain yang sering muncul dalam dunia penerbitan seperti penyunting bahasa, penyunting naskah, editor bahasa, editor penyelia dan editor buku. Istilah penyunting bahasa biasanya dipadankan dengan editor penyelia, sedangkan penyunting buku dipadankan dengan editor buku. Sedangkan istilah penyunting penyelia berarti orang (pemimpin) yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan (KBBI, 2001). Contoh: Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988).
3.    Fungsi penyunting
Fungsi penyunting  hanya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak dan mengawasi pengolahan  pelaksanaan segi tehnis sampai naskah tadi terbit.  Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan. Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan yang diterbitkan. 
kalimat yang kasar dan kalimat yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari dan mana kata yang sebaiknya dipakai; harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu digunakan atau dihin

4.    Tugas dan jabatan penyunting naskah/editor
a)    Chief Editor
adalah kedudukan, tugas (jabatan tertinggi, tugasnya mengelola bidang editoral. Ia memberi tugas, mengorganisasi memberi keputusan dalam editorial.
b)      Managing Editor
adalah pembantu chief editor yang tugasnya mengatur pelaksanaan teknis kegiatan editorial. Setiap editor yang tugas teknisnya berbeda­beda, dalam bidang editorial, dikoordinasi oleh Managing Editoria; agar dapat bersinergi positif.
c)      Senior Editor
adalah pembantu chief editor yang tugasnya melakukan Substantive Editing (editing substansi) dan merencanakan semua pekerjaan editorial, mulai perencanaan dan perolehan naskah (naskah dam penulisnya,, negosiasi dengan penulis atau pialang naskah, dam pemerriksaan berkas naskah/kelengkapan naskah). Tugas/jabatan ini biasa disebut pula sebagai Acquisition Editor, yaitu editor yang memberi keputusan layak/tidak banyaknya naskah untuk diterbitkan.
d)     Copy Editor
adalah editor yang melakukan tugas teknis berupa perbaikan dan pemeriksaan naskah sesuai kaidah yang berlaku. Pekerjaan editing (memeriksa dan memperbaiki naskah ini), meliputi kesalahan penulisan (data/fakta), kesalahan bahasa (ejaan, tanda baca, penawaran, dsb), dan konsistensi dalam penulisan. Ia harus dapat mewakili kepentingan penulis, penerbit, dan pembaca. Karya penulis menjadi maksimal, pembaca puas, dan penerbit sukses usahanya.
e)      Right Editor
adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tantang hak cipta dan penerbitan dengan pihak terkait.
f)       Picture Editor
adalah editor yang melakukan tugas (urusan) tentang visual frafik, misalnya ilustrasi (lukisan, foto, table, diagram, dsb, meliputi bentuk, ukuran, dan warnanya), desain, seting, dan tata letak halaman sehingga hasil (terbitan) produksi cetak berkualitas baik.
5.    Syarat untuk menjadi Penyunting Naskah
a)    Menguasai Ejaan
Seseorang yang ingin menjadi penyunting naskah pada satu penerbitan, harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku saat ini. Dia harus paham benar penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain)
b)   Menguasai Tata Bahasa
Seperti halnya ejaan, seorang penyunting naskah pun dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dalam arti luas. Bukan berarti dia perlu menghafal semua arti kata yang terdapat dalam kamus, misalnya. Akan tetapi, seorang penyunting naskah harus tahu mana kalimat yang baik dan benar, dan mana kalimat yang salah dan tidak benar.
Seorang penyunting naskah harus mengerti susunan kalimat bahasa Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata yang pas, dan sebagainya.

c)    Bersahabat dengan Kamus
Seorang penyunting naskah atau ahli bahasa sekalipun, tidak mungkin menguasai semua kata yang ada dalam satu bahasa tertentu. Belum lagi kalau kita berbicara mengenai bahasa asing. Oleh karena itu, seorang penyunting naskah perlu akrab dengan kamus. Entah itu kamus satu bahasa maupun kamus dua bahasa. Dalam hal ini, tentu termasuk pula kamus istilah, leksikon, dan ensiklopedia.

d)   Memiliki Kepekaan Bahasa
Karena selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus, seorang penyunting naskah pun dituntut untuk memiliki kepekaan bahasa. Dia harus tahu mana dari.


e)    Memiliki Pengetahuan Luas
Seorang penyunting naskah dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas. Artinya, dia harus banyak membaca buku, membaca majalah dan koran, dan menyerap informasi melalui media audio-visual. Dengan demikian, si penyunting naskah tidak ketinggalan informasi.

f)    Memiliki Ketelitian dan Kesabaran
Seorang penyunting naskah dituntut pula untuk bekerja dengan teliti dan sabar. Meskipun sudah capek bekerja, seorang penyunting naskah dituntut untuk tetap teliti dan sabar dalam menyunting naskah. Kalau tidak, penyunting naskah bisa terjebak pada hal-hal yang merugikan penerbit di kemudian hari. Misalnya, karena ada kalimat yang lolos dan lupa disunting.
Jadi, meskipun mengantuk, seorang penyunting naskah harus tetap teliti menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang digunakan penulis naskah. Dia harus memeriksa apakah kalimat, kata, dan istilah itu layak cetak atau tidak, berbau SARA atau tidak, berbau pornografi atau tidak, dan sebagainya.
Seorang penyunting naskah harus sabar menghadapi setiap naskah. Kalau tidak, orang itu tidak cocok menjadi penyunting naskah. Mengapa? Karena seorang penyunting naskah harus bolak-balik memeriksa naskah. Malahan, sesudah menjadi "proof" (cetakan percobaan) pun, seorang penyunting naskah masih berurusan dengan kalimat-kalimat dan kata-kata. Penyunting naskah baru bisa lepas dari kalimat-kalimat dan kata-kata kalau "proof" itu sudah "fiat cetak" (disetujui untuk dicetak).

g)    Memiliki Kepekaan terhadap SARA dan Pornografi
Seorang penyunting naskah tentu harus tahu kalimat yang layak cetak, kalimat yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu diganti dengan kata lain. Dalam hal ini, seorang penyunting naskah harus peka terhadap hal-hal yang berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Kalau tidak peka, penerbit bisa rugi di kemudian hari. Karena buku yang diterbitkan bisa dilarang beredar oleh pihak yang berwenang, atau penerbitnya dituntut oleh pihak tertentu ke pengadilan.
Di samping itu, seorang penyunting naskah pun harus peka terhadap hal-hal yang berbau pornografi. Dalam hal ini, seorang penyunting naskah harus mempertimbangkan apakah kalimat tertentu layak cetak atau tidak, dan apakah gambar/ilustrasi tertentu layak siar atau tidak. Seperti halnya persoalan SARA, hal-hal yang berbau pornografi pun dapat mengakibatkan sebuah buku dilarang beredar. Jika ini terjadi, tentu penerbit akan mengalami kerugian. Kejaksaan Agung RI memunyai kriteria buku yang dilarang beredar di Indonesia dari dulu hingga sekarang.
h)   Memiliki Keluwesan
Seorang penyunting naskah haruslah dapat bersikap dan berlaku luwes (supel). Hal ini penting karena seorang penyunting naskah sering berhubungan dengan orang lain. Minimal, seorang penyunting naskah berhubungan dengan penulis/pengarang naskah. Dalam berhubungan dengan pihak luar, seorang penyunting naskah bertindak sebagai duta atau wakil penerbit. Oleh karena itu, penyunting naskah harus menjaga citra dan nama baik penerbit.
Dalam berhubungan dengan penulis naskah, penyunting naskah tentu harus bersedia mendengarkan berbagai pertanyaan, saran, dan keluhan. Dalam hal ini, sebaiknya penyunting naskah tidak menggurui. Apalagi kalau penulisnya seorang pakar atau berkedudukan tinggi. Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah cocok menjadi penyunting naskah.

i)     Memiliki Kemampuan Menulis
Seorang penyunting naskah juga perlu memiliki kemampuan menulis, minimal mampu menyusun tulisan yang elementer. Mengapa? Karena dalam pekerjaannya sehari-hari, seorang penyunting naskah pada suatu saat harus menulis surat/surel kepada penulis atau calon penulis naskah, menulis ringkasan isi buku (sinopsis), atau menulis biografi singkat (biodata) penulis.

j)     Menguasai Bidang Tertentu
Seorang penyunting naskah harus dapat menguasai salah satu bidang keilmuan tertentu. Misalnya, ilmu bahasa, ilmu sastra, biologi, matematika, geologi, jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan pertanian. Hal ini tentu akan membantu penyunting naskah dalam tugasnya sehari-hari.

k)   Menguasai Bahasa Asing
Seorang penyunting naskah pun perlu menguasai bahasa asing yang paling banyak digunakan di dunia internasional, yakni bahasa Inggris. Karena dalam menyunting naskah, seorang penyunting naskah akan berhadapan dengan istilah-istilah bahasa Inggris atau istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Di samping itu, perlu pula diketahui bahwa buku terjemahan yang paling banyak diterjemahkan di Indonesia adalah buku-buku yang berasal dari bahasa Inggris.
Jika tidak dapat menguasai bahasa Inggris secara aktif, minimal penyunting naskah menguasainya secara pasif. Artinya, penyunting naskah dapat memahami dan membaca teks bahasa Inggris. Akan lebih baik lagi jika penyunting naskah bukan hanya menguasai bahasa Inggris, melainkan juga menguasai salah satu bahasa atau beberapa bahasa asing lain. Misalnya, bahasa Latin, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Perancis, bahasa Arab, dan bahasa Jepang.
                                       
6.    Memahami Kode Etik Penyuntingan Naskah
Ø  Penyunting naskah wajib mencari informasi mengenai penulis naskah sebelum mulai menyunting naskah. Ada tiga cara yang bisa ditempuh dalam mencari informasi mengenai penulis. Pertama, menghubungi penulis secara langsung: melalui temu muka, melalui telepon, atau melalui surat. Kedua, melalui editor penerbit bersangkutan, yang pernah berhubungan dengan penulis itu. Ketiga, melalui penerbit lain yang pernah menerbitkan karya penulis itu. Dengan demikian, sedikit-banyak penyunting naskah memperoleh kesan/gambaran tertentu mengenai penulis, khususnya mengenai temperamennya (wataknya).
Ø  Penyunting naskah bukanlah penulis naskah.
penyiunting naskah membantu penulis/pengarang. Namun, tanggung jawab isi/materi naskah tetap ada pada penulis, bukan pada penyunting. Oleh karena itu, penyunting naskah sebaiknya tidak mengambil alih tanggung jawab penulis. Penulis adalah penulis dan penyunting adalah penyunting.
Ø  Penyunting naskah wajib menghormati gaya penulis naskah.
Yang perlu ditonjolkan dalam naskah adalah gaya penulis, bukan gaya penyunting. Meskipun penyunting boleh menguhah naskah di sana-sini (ejaan, misalnya), yang penting ditampilkan tetaplah gaya penulis
.
Ø  Penyunting naskah wajib merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya. Sebelum sebuah naskah terbit, informasi yang terdapat dalam naskah sifatnya rahasia. Yang tahu informasi itu hanya penulis dan penerbit/penyunting. Oleh karena itu, penyunting tidak boleh membocorkan informasi itu sehingga orang lain bisa mengetahuinya dan kemudian (misalnya) menerbitkan buku dengan tema yang sama terlebih dahulu. Dalam dunia penerhitan, hal semacam ini dianggap tidak etis.
Ø  Penyunting naskah wajib mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diuhahnya dalam naskah. Penyunting naskah tidak boleh merasa “sok tahu”—apa pun alasannya—karena hal ini akan merugikan penerbit. Jika penyunting bersikap sok tahu, ada kemungkinan penulis menarik kembali naskahnya. Atau boleh jadi, penulis tidak mau lagi menawarkan/menyerahkan naskah ke penerbit bersangkutan. Ini tentu akan merugikan penerbit. Lebih lebih jika penulis itu termasuk penulis buku yang laris.
Ø  Penyunting naskah tidak boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah disuntingnya. Dalam tugasnya sehari-hari, ada kemungkinan penyunting naskah menyimpan sejumlah naskah sekaligus (di atas meja, dalam laci, atau dalam lemari). Akibatnya, boleh jadi naskah tertentu tercecer atau bahkan hilang. Jika hal ini terjadi, bisa saja penulis mengajukan penyunting/penerbit ke pengadilan. ini tentu akan merugikan penyunting/penerbit. Jadi, penyunting naskah harus menjaga baik-baik naskah yang masih berada dalam tanggung jawabnya

                                                                                                                  

7.    Uraian pekerjaan dalam penyuntingan naskah
a.       Keterbacaan (Readibility), bahwa naskah itu, pada akhirnya harus dapat dibaca oleh pembaca yang dituju, (sasaran pembacanya ). Selain hal itu kejelasan (legibility), bahwa naskah itu jelas bias difahami pembacanya, tidak membingungkan bahkan dapat menimbulkan penafsiran yang salah.
b.      Konsitensi (Consistency), bahwa naskah itu dalam penulisannya harus taat asas/ konsisten (dalam ejaan penulisan, penawaran/pembabakan, dsb).
c.       Kebahasan/Tatabahasa (Structure) bahwa naskah itu tata bahasanya enak, benar dan sesuai jenis bacaannya. Masalah bahasa ini menjadi sangat penting, karena tidak semua buku memiliki kebahsaan yang selalu sama . Buku anak, buku remaja, buku orang dewasa, dan buku orang tua terlihat perbedaan yang jelas dalam kebahasaannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang diterbitkannya. Apalagi dikaitkan pada jenis buku yang diterbitkan: buku Ilmu Pengetahuan, bukan komik, buku sastra, dan lainnya akan dapat kita lihat perbedaannya karena kelaziman dalam kebahasaannya.
d.      Gaya bahasa (House Style) bahwa naskah itu dalam penulisannya/penyajiannya, memiliki gaya yang disebut gaya bahasa/gaya penulisan. Setiap gaya ini tidak dapat dihilangkanatau tidak boleh dijadikan satu jenis gaya saja, karena identitas/cirri lkarya tulis seorang penulis akan hilang.
e.      Ketelitian data/fakta (Accuracy), bahwa naskah itu memuat data/fakta yang tepat dan bias dipertanggung jawabkan ketepatannya, sehingga tidak membuat pembaca melakukan kesalahan akibat membaca naskah tersebut.
f.        Legilitas (Legality), dan kesopanan bahwa naskah itu memiliki keabsahan untuk diterbitkan, karena tidak ada pihak lain yang menuntut kepemilikan atas naskah tersebut. Selain itu kesopanan, karena naskah akan mengganggu keterkaitan masyarakat dan melanggar peraturan atau warna yang ada, bila tidak dijaga kesopanannya.
g.      Kelengkapan naskah (untuk diproduksi) bagian-bagian naskah haruslah lengkap detailnya (Production details), karena aturan naskah akan terputus, bila tidak diperbaiki /diperiksa lebih dahulu pembaca yang memerlukan kelengkapan data/ fakta, bahkan mengganggu pemahaman. Selain itu bagian-bagian penting dari buku secara fisikal (hasil produksi)telah lengkap penaskahannya.
               
8.    hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyuntingan
  1. Halaman Judul, yaitu halaman yang isinya sama/hampir sama dengan halaman sampul depan buku.
  2. Halaman Judul Prancis, yaitu halaman paling muka, yang isinya sama percis dengan judul buku pada halaman sampul depan buku itu.
  3. Halaman Utama; yaitu halama sampul depan, yang isinya judul buku, nama penulis, identitas penerbit, dll.
  4. Halama Hak Cipta (Copyright); yaitu halaman yang memuat Sanksi Pelanggaran Pasal 27 Undang-Undag No.19 Tahun Tentang Hak Cipta.
a.       Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 si pidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
b.      Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau terkait sebagau dimaksud pada Ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
  1. Halaman persembahan atau dedikasi yang isnya tentang ucapan terima kasih penulis kepada orang-orang yang dituju.
  1. Daftar isi; yaitu sebuah daftar isi buku itu, yag memuat seluruh isi buku itu, masing-masing ditunjukkan pada halamanya. Gaya penyajian daftar isi ada beberapa kreasi tergantung kreativitas desainer.
  1. Daftar tabel yaitu untuk menjelaskan semua tabel yang ada dalam buku itu.
  1. Daftar Singkatan; yaitu untuk menjelaskan semua singkatan yang ada dalam buku itu, agar pembaca dapat memahami dengan baik.
  1. Daftar Lambang kalau ada; yaitu untuk menjelaskan menurut fungsinya.
  1. Daftar Ilustrasi/Gambar; yaitu untuk menjelaskan ilustrasi/gambar itu kepada pembaca agar mudah dalam mendapatkannya untuk memahaminya.
  1. Prakata; yaitu keterangan (uraian dsb) yang ditulis oleh penulis atau pengarang sebagai pengantar suatu karya tulis (buku, laporan, penelitian, dsb); mukadimah.
  1. Kata Pengantar; yaitu sebaiknya dapat memberikan sebuah ide kepada pembaca tujuan membaca itu.
  2. Kata Pendahuluan; yaitu keterangan (uraian dsb) sebagai pengantar suatu karya tulis yang tertera di bagian depan suatu karangan (buku dsb, umumy aditulis oleh pengarang); prakata
  3. Bab-bab; yaitu sejumlah pokok bahasa dalam sebuah buku sebagai inti bahasan buku itu.
  4. Daftar Kata Asing; untuk memudahkan pembaca dalam pemahaman buku itu.
  5. Daftar Istilah; yaitu guna memudahkan pembaca dalam memahami buku itu.
  6. Daftar Pustaka (bibliografi) daftar yang mencantumkan judul buku, nama pengarang, penerbit, dsb yang ditempatkan pada bagian akhir suatu karangan atau buku, dan disusun menurut abjad.
  7. Lampiran; yaitu sesuatu yang dilampirkan; tambahan ada surat (lamaran, keputusan, dsb).
  8. Indeks; yaitu daftar kata atau istilah penting yang terdapat di buku cetakan (biasanya pada bagian akhir buku) tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan.
  9. Biografi; yaitu riwayat hidup (seseorag) yang ditulis oleh orang lain.

9.    Tips Bagi Penyunting Naskah
  1. Jangan menempatkan diri pada posisi penulis naskah. Jangan memberi kesan angkuh pada penulis naskah.
  2. Ketahuilah macam dan kategori penulis naskah sehingga kita bisa menyesuaikan penyuntingan naskah dengan penulisnya.
  3. Berkonsultasilah dulu dengan penulis naskah sebelum mulai mengubah naskah.
Pahamilah ciri ragam naskah yang bersangkutan.
  1. Kuasailah ejaan dan tatabahasa Indonesia.
  2. Ikutilah perkembangan bahasa dan istilah yang digunakan dalam masyarakat dan dalam dunia ilmu.
  3. Kuasailah keterampilan menulis dan keterampilan menyusun indeks.
  4. Setelah buku yang disunting terbit, segeralah membaca dan memeriksanya kembali untuk mencari kesalahan, baik fatal maupun tidak batal.
  5. Saat menyunting naskah yang berbau SARA dan pornografi, pahamilah larangan-larangan mengenai kedua hal tersebut yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI dan undang-undang.
  6. Kuasailah setidaknya satu bahasa asing, minimal secara pasif




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan

Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan. Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan yang diterbitkan.
Seorang penyunting harus menguasai Ejaan, menguasai Tata Bahasa, bersahabat dengan Kamus, memiliki Kepekaan Bahasa, memiliki Pengetahuan Luas, memiliki Ketelitian dan Kesabaran, memiliki Kepekaan terhadap Saran dan Pornografi, memiliki Keluwesan, memiliki Kemampuan Menulis, menguasai Bidang Tertentu Menguasai bahasa asing.

DAFTAR PUSTAKA

Rifa, Mien: PEGANGAN GAYA, PENULISAN, PENYUNTINGAN DAN PENERBITAN KARYA ILMIAH-INDONESIA,  Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.
Eneste, Panusuk: Buku Pintar Penyuntingan NASKAH Edisi Kedua, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2005.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001.
Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), 2000.
Internet via www.google.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar